Dewasa
ini untuk menjual suatu produk perikanan dibutuhkan kriteria khusus. Misalnya,
melihat dari bentuk fisik dan kandungan zat di dalamnya. Oleh sebab itu,
dibutuhkan suatu standar yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu dari produk
tersebut. Standar yang telah ditetapkan berupa standar analisis yang mengamati
dari berbagai faktor. Tujuan dari standar analisis ialah untuk menjamin
kualitas produk. Produk-produk yang akan dijual, sebelumnya akan diamati bentuk
fisik dari produk tersebut. Setelah memenuhi kriteria-kriteria yang telah
ditetapkan. Produk tersebut akan dipasarkan dan dijual ke pasar baik lokal
maupun manca negara.
Kriteria-kriteria yang telah ditetapkan merupakan
keputusan yang telah dibuat oleh lembaga pemerintahan. Lembaga pemerintahan
tersebut ialah Badan Standarisasi Nasional. Lembaga ini bertujuan mengkaji dan
menyusun kebijakan nasional di bidang standarisasi nasional. Standar Nasional
Indonesia (SNI) merupakan standar yang berlaku secara nasional di Indonesia.
Dalam perumusannya ditetapkan oleh panitia teknis yang ditetapkan oleh Badan
Standar Nasional. Standar Nasional Indonesia dirumuskan dengan memenuhi standar
yang telah ditetapkan WTO berupa Keterbukaan, Transparansi, Tidak memihak,
Efektif dan relevan, Koheren, serta Berdimensi untuk pembangunan (http://www.bsn.go.id/sni/about_sni.php).
Di dalam Standar Nasional Indonesia
(SNI) ditetapkan beberapa kriteria berupa bentuk fisik, kimiawi, dan biologis.
Kerusakan fisik terjadi karena penurunan kualitas disebabkan oleh benturan atau
batu yang merusak kualitas produk. Kerusakan kimiawi terjadi karena produk
mentah perikanan terkontaminasi bahan-bahan kimia. Kerusakan biologis
disebabkan oleh bakteri pembusuk. Bentuk fisik dari produk perikanan dapat diuji dengan metode
analisi organoleptik.
Metode analisis
organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses
fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat
benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda
tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat
indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena
adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai
atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap
terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran
terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran
subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil
penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan
pengukuran.
Jenis penilaian atau
pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan
alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran
obyektif. Pengukuran obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek
atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian
dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ
tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau penilaian
subyketif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang diukur atau
dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran
seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik.
Rangsangan yang dapat
diindra dapat bersifat mekanis (tekanan, tusukan), bersifat fisis (dingin,
panas, sinar, warna), sifat kimia (bau, aroma, rasa). Pada waktu alat indra
menerima rangsangan, sebelum terjadi kesadaran prosesnya adalah fisiologis,
yaitu dimulai di reseptor dan diteruskan pada susunan syaraf sensori atau
syaraf penerimaan. Mekanisme pengindraan secara singkat adalah :
·
Penerimaan rangsangan (stimulus) oleh
sel-sel peka khusus pada indra
·
Terjadi reaksi dalam sel-sel peka
membentuk energi kimia
·
Perubahan energi kimia menjadi energi
listrik (impulse) pada sel syaraf
·
Penghantaran energi listrik (impulse)
melalui urat syaraf menuju ke syaraf pusat otak atau sumsum belakang.
·
Terjadi interpretasi psikologis dalam
syaraf pusat
·
Hasilnya berupa kesadaran atau kesan
psikologis.
Bagian organ tubuh yang
berperan dalam pengindraan adalah mata, telinga, indra pencicip, indra pembau
dan indra perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat indra memberikan kesan atau
tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan, intensitas
kesan, luas daerah kesan, lama kesan dan kesan hedonik. Jenis kesan adalah
kesan spesifik yang dikenali misalnya rasa manis, asin.. Intensitas kesan
adalah kondisi yang menggambarkan kuat lemahnya suatu rangsangan, misalnya
kesan mencicip larutan gula 15 % dengan larutan gula 35 % memiliki intensitas
kesan yang berbeda. Luas daerah kesan adalah gambaran dari sebaran atau cakupan
alat indra yang menerima rangsangan. Misalnya kesan yang ditimbulkan dari
mencicip dua tetes larutan gula memberikan luas daerah kesan yang sangat
berbeda dengan kesan yang dihasilkan karena berkumur larutan gula yang sama.
Lama kesan atau kesan sesudah “after taste” adalah bagaimana suatu zat rangsang
menimbulkan kesan yang mudah atau tidak mudah hilang setelah mengindraan
dilakukan. Rasa manis memiliki kesan sesudah lebih rendah / lemah dibandingkan
dengan rasa pahit. Rangsangan penyebab timbulnya kesan dapat dikategorikan
dalam beberapa tingkatan, yang disebut ambang rangsangan (threshold). Dikenal
beberapa ambang rangsangan, yaitu ambang mutlak (absolute threshold), ambang
pengenalan (Recognition threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan
ambang batas (terminal threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang
terkecil yang sudah mulai menimbulkan kesan. Ambang pengenalan sudah mulai
dikenali jenis kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah
dikenali dan ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih dapat
dibedakan intensitas.
Kemampuan memberikan
kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indra memberikan reaksi atas
rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (
detection ), mengenali (recognition), membedakan ( discrimination ),
membandingkan ( scalling ) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (
hedonik ). Perbedaan kemampuan tersebut tidak begitu jelas pada panelis. Sangat
sulit untuk dinyatakan bahwa satu kemampuan sensori lebih penting dan lebih
sulit untuk dipelajari. Karena untuk setiap jenis sensori memiliki tingkat
kesulitan yang berbeda-beda, dari yang paling mudah hingga sulit atau dari yang
paling sederhana sampai yang komplek (rumit).(http: nayakaku.files.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar